
JAKARTA – Sidang mediasi antara pemerintah yang diwakili Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Surya Panen Subur (SPS) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, (18/2) mengalami jalan buntu alias tidak menghasilkan kesepakatan kedua belah pihak. Dengan demikian, sidang mediasi yang dipimpin Hakim Mediator Yuningtyas Upiek itu ditutup tanpa hasil dan sidang dilanjutkan pada pokok perkara gugatan.
Pengacara KLH, Bobby Rahman mengatakan, pihaknya telah menolak proposal mediasi usulan 5 ribu hektare (ha) lahan Hak Guna Usaha (HGU) SPS untuk dijadikan kawasan konservasi. “Alasannya masih yang kemarin, tidak menjawab pokok perkara gugatan,” tandasnya. Karena tidak ada titik temu, kata Bobby, maka persidangan akan dilanjutkan pada inti perkara yang akan digelar Senin pekan depan.
Meski demikian, selama belum ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht), kemungkinan apapun masih bisa terbuka. “Sebelum inkracht masih ada kesempatan,” ujarnya. Sementara itu, pihak SPS siap membuktikan tidak membakar lahan perkebunannya di Aceh sebagaimana ditudingkan KLH, sehingga menggugatnya senilai Rp 302.154.300.000.
“Kami siap membuktikan bahwa SPS tidak membakar lahan perkebunannya,” kata kuasa hukum SPS, Rivai Kusumanegara di Jakarta, Selasa (18/2). Dia mengaku untuk membuktikan bahwa kliennya tidak membakar lahan sebagaimana dituduhkan KLH, pihaknya telah siap mengajukan sejumlah bukti dalam persidangan pokok perkara gugatan ini yang akan dimulai Senin pekan depan dengan agenda pembacaan gugatan oleh KLH.
“Kami akan gunakan persidangan itu sebagai klarifi kasi atas ketidakbenaran yang dituduhkan kepada SPS. Kami akan hadirkan sejulmlah bukti tertulis, saksi-saksi, maupun tujuh orang ahli dari empat perguruan tinggi negeri dan balai penelitian pemerintah,” tandas Rivai. Ia menegaskan, sejumlah saksi ahli dari empat perguruan tinggi tersebut setelah melakukan penelitian dan berkesimpulan, bahwa SPS tidak melakukan pembakaran lahannya yang sudah ditanami sawit itu.
“Intinya menyatakan bahwa lahan terbakar tidak rusak, karena surface fire dan kebakaran bukan disebabkan SPS,” tandasnya. Selain itu, lanjut Rivai, pihaknya juga akan menyerahkan bukti-bukti SPS tidak membuka lahan dengan cara dibakar sesuai yang ditentukan pemerintah yakni, Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). SPS mempunyai bukti perjanjian, transfer bank, dan PPH dengan kontraktor yang melakukan pembukaan lahan itu.
“Di mana biaya yang kami bayarkan adalah harga pasar PLTB di Aceh. Jadi tidak logis kami dituduh bakar lahan, sedangkan secara riil, kami membayar kontraktor dengan harga PLTB. Kontraktor itulah yang mengerjakan pembukaan lahan dan bukan dengan cara dibakar,” tandasnya
sumber: www.indopos.co.id