
Meski telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi, terdakwa kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Endah Rumbiyanti ‘keukeuh’ dirinya tak bersalah dan akan melakukan perlawanan.
“Saya harus terus bergerak melawannya, karena tak ada kesalahan apapun yang sudah saya perbuat terkait dengan proyek yang saya pun tidak terlibat di dalamnya,” kata Endah melalui siaran persnya, di Jakarta, Sabtu (1/3)
Endah yang menjabat Manajer Lingkungan Health Environmental Safety (HES) Sumatera Operation PT CPI itu menyebut saat proyek bioremediasi itu bergulir dirinya sebagian besar tidak berada di Indonesia dan baru kembali dari penugasan di Amerika pada akhir 2010.
Endah mengaku baru diangkat sebagai manajer lingkungan pada bulan Juni 2011 ketika kontrak proyek bioremediasi hampir selesai. Namun tak disangka olehnya pada Maret 2012, penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung justru menetapkannya sebagai tersangka.
Endah ditetapkan tersangka bersama empat rekannya dari CPI yakni Team Leader Produksi Area 5 dan 6 di wilayah operasi Sumatera Light South (SLS) Minas, Kukuh Kertasafari. Team Leader Sumatera light North Kabupaten Duri-Riau, Widodo. General Manager Sumatera Light South (SLS) CPI, Bachtiar Abdul Fatah serta mantan General Manager (GM) Sumatera Light North Operation PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Alexiat Tirtawidjaja
“Saya sendiri baru diangkat jadi manajer saat proyek sudah mau selesai. Atasan saya pun tak pernah mengeluh soal kinerja saya. Bahkan atasan saya menjelaskan, bahwa saya tak bertanggung jawab dalam proyek bioremediasi,” bebernya.
Endah juga mengaku tak mengenal dua kontraktor pengerjaan proyek biromediasi tersebut yakni PT Green Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ). Diketahui, direktur dari dua kontraktor itu yakni Ricksy Prematuri dari PT GPI dan Herland bin Ompo dari PT SJ juga divonis bersalah.
“Saya tak berhubungan dengan kontrak proyek bioremediasi dan tak mengenal para kontraktor yang disebut bersama-sama korupsi dengan saya,” imbuhnya.
Endah sendiri diketahui divonis 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi. Atas vonis itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding.
Adapun akibat kasus yang menyeretnya, terdakwa Endah mengaku empat anaknya kini terlantar. Selama menjalani masa penahanan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta anak dan suami Endah yang berada di Duri, Riau terpaksa ditinggalkan.
“Kami sekeluarga sedih, tapi kami terus berharap adanya keadilan,” tutup Endah.
Sumber: skalanews.com