
Widodo berharap bisa mendapatkan keadilan. Bagi Widodo, tuduhan korupsi proyek bioremediasi Chevron yang dialamatkan kepada dirinya tanpa kejelasan pelanggaran dan bukti-bukti hukum. Karena alasan itu pula dia menempuh proses hukum lanjutan dengan mengajukan banding di Pengadilan Tinggi (PT) dan Mahkamah Agung (MA).
“Sampai sidang pembacaan vonis pada Juli 2013 lalu, tak satupun keterangan dan bukti yang mendukung tuduhan jaksa penuntut umum,” kata Widodo dalam wawancara baru-baru ini.
Widodo dituntut melakukan tindak pidana korupsi pada periode Januari 2008 sampai April 2012 dalam jabatannya selaku Team Manager IMS-REM. Padahal pada periode tersebut, jabatan Widodo adalah Construction Representative di Sumatera Light South (SLS) dan Team Leader Waste Management di Sumatera Light North (SLN).
“Ini saja sudah jelas keliru karena yang menduduki jabatan itu atasan saya,” jelasnya.
Ada dua hakim yang berbeda pendapat (dissenting opinion) menilai bahwa jaksa keliru dalam mempersalahkan Widodo dalam perkara yang dituduhkan. Tuntutan jaksa atas belum keluarnya izin pengelolaan bioremediasi kepada Widodo tidak memiliki dasar hukum dan Widodo sendiri telah melakukan tugasnya sebagai Team Leader Waste Management dengan memberikan laporan kepada atasannya.
Dalam keterangan kedua hakim, menurut Widodo, selain terbukti bahwa tidak ada niat jahat, dirinya tidak memiliki kewenangan untuk melakukan proses pengadaan proyek bioremediasi sehingga mustahil jika dia dinyatakan telah menyalahgunakan kewenangannya.
“Saya harus mengalami semua kepahitan ini untuk kasus yang dipaksakan. Fakta-fakta persidangan sudah membuktikan bahwa kami tidak bersalah. Bahkan dua dari lima hakim menyatakan kami tidak bersalah dan harus dibebaskan dari segala tuntutan,” katanya.
Widodo sudah melewati proses hukum kasus proyek bioremediasi Chevron lebih dari dua tahun dan saat ini telah memasuki tahap banding di PT dan MA. Selama itu pula pikiran Widodo tak karuan.
“Terus terang saja, dua tahun ini rasanya seperti ratusan tahun,” katanya.
Dijadikannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi tanpa kejelasan pelanggaran dan bukti-bukti hukumnya, menurutnya, telah menorehkan luka yang sangat dalam pada kehidupan keluarganya. Menurutnya sejak Maret 2012, bersama dengan empat rekannya di PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan dua kontraktor, Widodo terseret menjadi pesakitan di meja hijau.
Masih sangat jelas dalam bayangan Widodo bahwa seharusnya di tahun 2015 nanti, dia bisa pensiun dengan tenang sambil memfokuskan diri pada kesehatan istrinya, berbahagia atas pernikahan anak pertamanya, serta menanti anak kedua dan ketiganya menyelesaikan pendidikan mereka.
“Bayangan indah itu sirna seketika. Setelah ditetapkan menjadi tersangka di bulan Maret 2012, maka pada 26 September 2012, saya ditahan atas tuduhan korupsi,” ujar Widodo.
Sumber: rmol.com