JAKARTA – Rencana penghapusan program subsidi beras bagi masyarakat berpenghasilan rendah, atau populer disebut beras miskin (raskin) menuai penolakan. Wacana itu mengemuka paska Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan indikasi ketidakberesan dalam pelaksanaan program raskin tersebut.
“Saya tidak sependapat jika raskin dihapus. Kalau program raskin dihapus, maka akan menghapus juga program-program pemerintah yang lain,” ujar pengamat pangan Prof Dr Mohammad Husein Sawiit, Senin (28/4/2014).
Menurutnya, menghentikan program raskin bukanlah solusi. Pasalnya, program raskin terkait dengan sejumlah kebijakan lainnya, seperti kebijakan pengadaan dalam negeri. Tetapi yang terjadi sekarang, raskin terlalu besar, jangkauannya semakin luas dan fungsinya semakin penting.
“Tujuan raskin tahap awal tidak dirancang untuk menstabilkan harga beras, tapi mekanisme stabilitasasi harga beras itu dengan cadangan beras pemerintah. Namun sekarang cadangan beras pemerintah sedikit sekali dan kualitasnya sama dengan raskin. Karena itu, Raskin digunakan sebagai alat untuk menstabilkan harga,” terang Husein.
Lebih lanjut dia menambahkan, semakin besar volume raskin, maka semakin besar pula dalam menyerap beras produksi dalam negeri. Pengadaan itu kata dia, banyak bergantung pada produksi.
“Kalau musimnya jelek, tentunya tak bisa mendapat gabah yang banyak, karena tidak mencukupi. Dan biasanya kalau tidak mencukupi, beras harus diimpor. Agar tidak terlalu banyak impor beras, maka manajemen Raskin perlu diperbaiki, harus dirasionalkan jumlahnya, bukan diberangus,” ulasnya.
sumber: okezone.com