Tim kuasa hukum PT Surya Panen Subur (SPS) menilai dakwaan jaksa penuntut umum terhadap SPS dalam kasus pembukaan lahan dengan cara membakar, tidak jelas dan tidak cermat, sehingga dakwaan menjadi kabur alias obscuur libel.
Endar Sumarsono Pudjowidodo, kuasa hukum PT SPS, saat dihubungi, di Jakarta, Senin (2/6), menuturkan, pihaknya menyampaikan hal itu dalam persidangan hari ini di Pengadilan Negeri Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), yang beragendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum.
Dalam persidangan yang sempat molor hingga 2,5 jam tersebut, kata Endar, pihaknya menilai dakwaan jaksa tidak cermat, karena tidak memuat uraian bagaimana cara melakukan tindak pidana yang didakwakan dan siapa yang pelakunya.
“Padahal, uraian cara tindak pidana dilakukan, merupakan syarat materiil yang harus dipenuhi dalam sebuah surat dakwaan,” tandas Endar.
Pasal tindak pidana yang didakwakan merupakan delik formil yang menitikberatkan kepada perbuatan yang dilakukan kliennya dan dinilai kabur karena terdapat pertentangan isi dakwaan, yakni di satu sisi, jaksa mendakwakan pembukaan lahan dengan cara membakar.
Namun di sisi lain, tandasnya, jaksa mengakui bahwa areal yang terbakar merupakan areal yang telah di-landclearing dan bahkan mayoritas sudah tertanam kelapa sawit. “Surat dakwaan yang demikian harus dinyatakan batal demi hukum,” nilai Endar.
Dakwaan jaksa penuntut umum terhadap SPS yang menuding membuka lahan dengan cara membakar tidak sesuai fakta dan tidak didukung bukti, karena jaksa mengakui SPS membuka lahan dengan cara ‘imas tumbang’ dan ‘perun’ atau rumpuk mekanis (steking), yang merupakan metode pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB ) seperti ketentuan Peraturan Menteri Pertanian No. : 14/Permentan/PL.110/2/2009
Pada persidangan sebelumnya, tim kuasa hukum mengajukan protes karena Bambang Susetyono tidak layak mewakili PT SPS atau korporasi karena sudah tidak menjabat direksi saat dakwaan terhadap PT SPS dibacakan.
Tim kuasa hukum melayangkan protes tersebut, karena saat kebakaran tersebut terjadi, Bambang belum menjabat direktur dan saat kasus ini disidik, dia telah diberhentikan secara hormat dari jajarana direksi, sehingga telah terjadi error in persona.
M Achyar, kuasa hukum lainnya mengatakan, atas kondisi itu pihaknya telah melayangkan sejumlah surat keberatan saat penyidik Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan meminta perlindungan hukum bagi Bambang.
Terkait hal itu, Dr Darwinsyahminin, pakar hukum Universitas Sumatera Utara (USU) mengatakan, Bambang tidak layak mewakili pihak korporasinya yang didakwa melanggar Pasal 108 jo Pasal 69 ayat (1) huruf h, dan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 32 tahung 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurutnya, Bambang tidak layak menjadi wakil PT SPS di persidangan, karena kasus itu merupakan perkara yang dituduhkan kepada korporasi, maka seseorang yang tidak berkedudukan di korporasi itu tidak bisa mewakili perusahaannya.
“Ini perkara pidana korporat, maka direksi perusahaanlah yang bertanggung jawab, diwakili oleh direksi yang menjabat saat ini,” tandasnya.
Sumber: gatra.com