Jakarta – Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Ganjar Laksmana Bonaprapta mengatakan, pihak yang berwenang mewakili PT Surya Panen Subur (SPS) dalam kasus dugaan pembukaan lahan dengan cara dibakar haruslah direksi perusahaan.
“Jika sudah menetapkan korporasi selaku tersangka, maka yang mewakili korporasi dalam persidangan adalah direksi yang berwenang,” ujar Ganjar di Jakarta, Selasa (17/6).
Jadi, lanjut Ganjar, kalaupun didakwanya sekarang, maka direksi sekarang yang harus tampil, karena yang didakwa bukan direksi, tapi korporasi atau perusahaan. Masalah kejadiannya dulu atau sekarang, namun yang harus mewakili persidangan adalah direksi yang sedang menjabat.
Ganjar menduga, penyidik tersesatkan pikirannya. Karena terjadinya saat seorang direksi menjabat, maka direksi tersebut yang harus dimintai pertanggungjawaban. “Jadi, kapanpun peristiwanya, maka direksi yang berwenang saat ini yang harus mewakili. Ini kan korporasi, bukan perkara persona. Korporasinya yang dimintai pertanggungjawaban,” paparnya.
Ganjar menilai, telah terjadi pelanggaran dalam perkara ini. “Terjadi kesalahan proses hukum acara. Karena bukan pihak yang berwenang yang dimintai keterangan, berarti prosesnya melanggar hukum acara. Kalau langgar hukum acara, maka prosesnya tidak sah, artinya harus diulang lagi dari awal dengan menghadirkan direksi sebagai tersangka mewakili perusahaan,” paparnya.
Adapun direksi saat kejadian, jelas tidak bisa mewakili korporasi saat sidang, karena saat ini sudah tidak menjabat direksi PT SPS. “Jika mantan direksi terus dipaksakan harus mewakili korporasi, maka akan merugikan perusahaan karena tidak mempunyai kesempatan untuk membela diri. Sebab, yang mewakili bukan orang yang berwenang,” tandasnya
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh kembali menggelar sidang perkara kebakaran Rawatripa, Senin (16/6/2014). Sidang pidana dengan terdakwa korporasi PT Surya Panen Subur (PT SPS) itu mengagendakan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap nota keberatan dari terdakwa yang telah disampaikan pada persidangan sebelumnya, Senin (2/6). Selain itu, dalam sidang ketiga tersebut, hakim akan membacakan putusan sela.
Perusahaan perkebunan dan pengolahan sawit itu digugat oleh Kementerian Lingkungan Hidup karena diduga telah melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Ridwan selaku JPU perkara tersebut, dalam tanggapannya meminta agar majelis hakim melanjutkan perkara tersebut.
“Kami memohon kepada majelis hakim untuk menetapkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana diatur dalam pasal 143 ayat 2 KUHAP, dan oleh karena itu surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan dalam perkara ini. Menetapkan dan melanjutkan pemeriksaan PT SPS yang dalam hal ini diwakili oleh Bambang Susetyono,” ujar Ridwan di hadapan majelis hakim.
Setelah mendengarkan tanggapan dari JPU, Rahmawati selaku hakim ketua menyatakan menunda pembacaan Putusan Sela terhadap PT SPS. Alasannya karena salah satu hakim inti, yaitu Rahma Novatiana, berhalangan hadir.
Sementara itu, dijumpai seusai sidang, Indis Kurniawan selaku penasihat hukum PT SPS menyatakan, apa yang diuraikan dalam tanggapan JPU merupakan uraian yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Subjek penanggung jawab bagi korporasi, bagi kami yang seharusnya berhak mewakili PT SPS adalah direksi yang baru, yaitu saudara T Arsul Hadiansyah. Sebagaimana yang diatur dalam ketentuan UU nomor 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, yakni pasal 116 dan 118,” terang Indis Kurniawan.
Indis juga menambahkan, dalam UU Perseroan Terbatas disebutkan, bahwa yang berhak mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar persidangan adalah direksi yang mengurus atau direksi yang memeiliki kewenangan saat persidangan berlangsung.
“Sekali lagi kami tekankan, tanggapan JPU adalah tanggapan yang tidak berlandaskan aturan hukum yang berlaku. Kami berharap kepada majelis hakim agar dalam putusan sela nanti (3/7-red) dapat memberikan putusan yang sesuai dengan kaedah-kaedah dan ketentuan hukum yang berlaku, terutama tentang siapa subjek hukum yang berhak mewakili korporasi dalam proses persidangan ini, sehingga tidak terjadi hal yang salah kaprah,” ujar Indis.
Sementara itu, mengomentari tanggapan JPU untuk perkara nomor 53/Pidsus/2014/PN-MBO, yang menyeret Eddy Sutjahyo Busiri, Marjan Nasution dan Anas Muda Siregar, Indis juga menyatakan bahwa tim penasehat hukum menolak tanggapan JPU.
“Menurut kami, uraian dalam dakwaan JPU sangat tidak jelas dan telah memenuhi kriteria kabur (abscur liebel) dan bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Pada prinsipnya, kami tetap pada nota keberatan yang telah kami sampaikan dalam persidangan sebelumnya,” pungkas Indis.
Sumber: beritasatu.com