SETIAP orang, kelompok atau komunitas, lembaga, perusahaan, atau pemerintah bahkan komunitas gereja pun pernah mengalami konflik. Tak heran bila istilah konflik bukan hal yang asing lagi bagi setiap orang.
Lantas, apa itu konflik?
Menurut Penggagas Indonesia Menulis Budi Sutedjo Dharma dalam workshop bertema “Workplace Conflict Management and Public Speaking Skill” yang digagas oleh Komisi Komunikasi Sosial dan Komisi Seminari KWI di Yogyakarta, Rabu (23/9/2014), konflik ialah:
Ketika dalam hubungan antara dua orang atau dua kelompok, perbuatan yang satu berlawanan dengan perbuatan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Konflik juga bisa memunculkan gangguan fisik berupa jantung berdebar kencang, gangguan kesehatan lainnya dan psikologis berupa rasa gundah dan tidak tenang dalam diri seseorang.
Bila ditinjau dari dampaknya, kata Budi, jenis konflik bisa dibagi menjadi dua: destruktif dan konstruktif.
1. Konflik Destruktif
Jenis konflik ini berakhir dengan penghancuran seseorang atau organisasi dan lingkungan sekitarnya. Konflik semacam ini perlu dihindari, karena perselisihan itu hanya berkonotasi berbeda pendapat atau bahkan bermusuhan yang menghambat perkembangan dari semua pihak yang terlibat.
2. Konflik konstruktif
Konflik ini sengaja ditimbulkan untuk merangsang pertumbuhan atau perkembangan dari semua pihak yang terlibat. Menurut Budi, konflik ini akan mendorong orang-orang untuk berusaha lebih keras, cerdas, dan kreatif untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Oleh karena itu, tidak semua konflik akan berdampak buruk bagi perusahaan atau organisasi. Terdapat jenis konflik yang berdampak positif pada organisasi, terutama jika manajemen konflik tersebut dilakukan secara tepat dan terukur.