MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) agar PT Surya Panen Subur (SPS) membayar kerugian materil dan immateril senilai Rp 439 miliar atas tuduhan pembiaran lahan terbakar.
“Mengadili, menolak provisi untuk seluruhnya, dalam eksepsi mengabulkan eksepsi tergugat sebagian, menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima,” kata ketua majelis hakim, Nani Indrawati saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (25/9/2014).
Majelis hakim mengabulkan sebagian eksepsi yang diajukan tim kuasa hukum PT SPS, di antaranya gugatan yang dinilai bersifat kabur.
Menurut majelis, KLH harusnya tidak mempermasalahkan PT SPS karena perusahaan ini baru di take over tahun 2011 silam, sementara kerusakan lahan yang didalilkan sejak tahun 2009.
KLH lanjutnya, juga tidak bisa membuktikan gugatannya, apakah kerusakan lahan itu akibat kebakaran atau akibat faktor lain. KLH pun tidak bisa memastikan berapa jumlah luas lahan yang rusak akibat terbakar, sehingga klaim jumlah area tertentu mengalami kerusakan tidak bisa diterima.
Adapun dua eksepsi PT SPS yang ditolak majelis hakim, yakni dalil mengenai diskualifikasi in persona dan gugatan prematur. Dengan demikian, majelis menghukum penggugat untuk membayar perkara.
Usai persidangan, kuasa hukum PT SPS, Rivai Kusumanegara mengapresiasi putusan majelis hakim PN Jakarta Selatan. Menurutnya, putusan telah sesuai dengan fakta persidangan, seperti tentang tuduhan adanya hot spot di wilayah SPS tahun 2009, yang tak berdasar.
“Sedangkan masalahnya, kami baru take over 2011, sehingga bagaimana mungkin kami menjawab dan menjelaskan adanya hot spot tersebut, sementara kami belum ada di situ,” kata Rivai.
Dia mengaku sependapat dengan keputusan hakim yang menyatakan penggugat tidak bisa membuktikan gugatannya secara konsisten dan mencampur adukan tuduhan sengaja membakar dengan tuduhan membiarkan lahan terbakar.
“Ini dua perbuatan yang berbeda baik dari cara dilakukannya, motif maupun tujuannya. Karena gugatannya tidak konsisten dan berubah-ubah, maka akan sulit untuk membuktikan perkara ini,” tandasnya.
Rivai menambahkan, putusan yang diketok majelis hakim merupakan bukti bahwa KLH terkesan memaksakan perkara ini dan hanya untuk menyeret perusahaan ke jalur hukum, meski tidak mempunyai bukti yang memadai.
“Ini sudah dua kali dipaksakan, dulu pernah diputus PN Jakarta Timur tahun 2013 dan sekarang oleh PN Jakarta Selatan. Kita merasa terfitnah dan lelah, karena bagi pengusaha ini sangat melelahkan. Kebakaran itu sudah rugikan pengusaha dan harus terfitnah pula. Pemerintah harusnya bertindak obyektif dan melihat fakta. Jangan hanya sekedar pemberitaan,” tutupnya.
Sementara itu di lain pihak, kuasa hukum KLH, Boby Rahman enggan menyampaikan tanggapan atas putusan hakim tersebut. Ia hanya baru akan mengonsultasikan putusan tersebut dengan pihak KLH.
Namun, Asisten Deputi Penyelesaian Sengketa Lingkungan KLH, Sisilia yang turut menghadiri jalannya persidangan menegaskan, pihak KLH akan mengajukan banding. “KLH pasti banding,” tegasnya.
Menanggapi respons KLH tersebut, Rivai mengaku siap menghadapinya. Apalagi banding merupakan upaya hukum yang bisa ditempuh setiap pihak. “Itu hak hukum, kami siap hadapi,” tegas Rivai.
Sumber: Okezone.com