RENCANA penghapusan program beras untuk rakyat miskin (raskin) yang diwacanakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno ternyata menimbulkan pro dan kontra dan ditentang keras oleh para pakar pangan.
Ketua Tim Independen Kajian Pangan Universitas Andalas, Jhon Farlis mengatakan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Universitas Andalas, masyarakat lebih resah dengan wacana penghapusan raskin daripada rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Hasil Kajian kami dalam survei sangat menarik, karena masyarakat lebih suka kebutuhan pangan daripada kebutuhan BBM,” ujarnya dalam siaran pers, Jakarta, Kamis (6/11).
Dia mengatakan, rencana penghapusan raskin yang diwacanakan adalah rencana yang salah, karena Menteri BUMN tidak memahami kebutuhan pangan merupakan kebutuhan manusia yang wajib dilindungi negara, daripada BBM yang hanya bagian dari kebutuhan sekunder.
Menurut dia, selama ini pemerintah sangat ketat dalam menjamin kebutuhan pangan masyarakat, tetapi terlalu longgar dalam memberikan subsidi BBM.
“Orang yang ingin mendapatkan raskin harus dengan syarat tertentu, tetapi BBM bersubsidi tidak,” ujar dia
Dia mengatakan, subsidi pangan, khususnya raskin perlu diperluas jangkauannya, bukan malah dikurangi, apalagi dihapuskan.
Dalam APBN 2015, besaran subsidi pangan untuk raskin dianggarkan Rp 18 triliun, sementara subsidi BBM Rp 291 triliun.
Jhon mengatakan, rencana menggantikan pola raskin dengan e-money juga riskan, karena butuh biaya yang lebih mahal. Belum lagi efek e-money yang membuat masyarakat menjadi konsumtif.
Sementara itu, pakar pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret, Tuhana mengatakan, rencana penghapusan raskin dan menggantinya dengan e-money berpotensi melanggar UUD 1945 dan UU pangan.
“Dari sisi regulasi, negara wajib memberikan perlindungan sosial. Sedangkan dalam hal implementasi kebijakan, mengganti raskin dengan e-money bisa menimbulkan masalah baru,” ujar dia
Ia menuturkan, para pakar pertanian juga melakukan kajian khusus terkait rencana penghapusan yang diwacanakan Menteri BUMN. Dampak paling besar adalah meresahkan masyarakat, dan berimbas pada ketahanan pangan di masyarakat.
Ia berharap, pemerintah mempertahankan raskin dengan perbaikan dari sisi aturan dan implementasi, yakni dengan melakukan pengawasan dan pemantauan.
Sumber: Beritasatu.com