WACANA penghapusan program beras untuk rakyat miskin (raskin) kembali ditentang sejumlah kalangan. Dimulai dari Tokoh Hak Asasi Manusia, masyarakat petani hingga anggota legislatif, menilai pentingnya mempertahankan program raskin.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir, tokoh masyarakat yang juga mantan Wakil Ketua Umum Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) K.H Sholahuddin Wahid, dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (14/11/2014).
Menurut mereka, masih diperlukannya Raskin tak lain karena program itu tidak sekadar program untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, tetapi juga terkait dengan pertumbuhan sumber daya manusia dan pertahanan bagi distribusi produk para petani lokal dari serbuan produk impor.
Winarno mengingatkan agar pemerintah tidak gegabah menghapus program raskin. Sebab, program tersebut dinilai berhasil menjamin kebutuhan pangan masyarakat, menjaga stabilitas harga beras di pasaran, juga menjadi andalan petani untuk menjual hasil taninya dengan harga yang cukup mahal, di atas harga pasaran.
“Kalau raskin dihapus, diperkirakan harga beras akan melonjak. Walaupun orang miskin dikasih uang (e-money) dan bisa membeli beras sesuka dia, tapi harga di pasar akan naik. Nah, uang yang diberikan itu cukup tidak buat memenuhi kebutuhan pangan mereka, kalau harga di pasar melonjak?” ujarnya.
Ia menguraikan, harga raskin saat ini adalah Rp1.600. Sementara harga beras termurah di pasaran Rp6.600. Selama ini, masyarakat miskin memperoleh raskin sebanyak 15 kilogram (kg) per bulan. Maka, pemerintah ke depan harus menyiapkan uang yang setara dengan harga 15 kg beras per bulannya. Belum lagi, terganggunya harga beras di daerah-daerah timur, seperti Papua, Maluku dan Sulawesi.
“Selama ini, raskin di daerah-daerah Papua sama dengan di Jawa. Karena pendistribusian ditanggung Bulog. Kalau dengan e-money, harga beras tidak terkontrol karena sesuai mekanisme pasar. Tentu harganya lebih mahal dari harga beras di Jawa, karena distribusi ditanggung oleh pasar. Kalau tak ada subsidi silang, kasihan orang miskin yang jauh. Ada ketidakadilan,” beber dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Komnas HAM K.H Sholahuddin Wahid (Gus Sholah) mengungkapkan, penyediaan raskin adalah kewajiban Pemerintah yang diatur UUD 1945. Raskin menurut dia bukan hanya persoalan ketahanan pangan, tetapi soal pemenuhan Hak asasi masyarakat Indonesia untuk memperoleh kehidupan.
“Ketahanan pangan itu ketersediaan jumlah pangan untuk rakyat. Kalau hanya menyediakan pangan yang cukup di pasaran, tapi rakyat tak bisa beli, ya sama saja bohong. Pemerintah jangan lari dari tanggung jawabnya lah,” papar Gus Solah.
Terakhir, hal senada diungkapkan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Ia mendesak pemerintah meninjau ulang rencana penghapusan Raskin. Pimpinan Koalisi Merah Putih itu menentang rencana pemerintah menghapuskan Raskin dan pupuk bersubsidi. Dia menilai, penghapusan itu sangatlah tidak tepat karena masih dibutuhkan oleh masyarakat.Fadli berpendapat, pemerintah seharusnya menambah subsidi bagi masyarakat miskin dan petani, bukan menguranginya.
“Akan lebih bagus lagi ditambah, bukan dihilangkan. Bahkan kalau bisa benih itu ya benih gratis, kalau memang mau betul-betul ke arah swasembada pangan. Karena petani kita saat ini masih merupakan masyarakat petani yang terlemah secara ekonomi,” pungkasnya.
Sumber: Metrotvnews.com