KETUA DPP Demokrat Khotibul Umam Wiranu meminta agar Menteri Perhubungan (Menhub) Ignatius Johan mengkaji dan menghitung untung-rugi, sebelum mengambil keputusan berkaitan dengan pembangunan pelabuhan bertaraf internasional di Cilamaya, Karawang, Jawa Barat.
“Terlepas soal teknis MoU dengan Jepang, Menhub harus realistis dari kajian ekonomi maupun dampak, serta kerugian yang ditimbulkan dari pembangunan ini,” kata Umam, di Jakarta, Jumat (28/11).
Kementerian Perhubungan (Kemenhub), menurut dia, harus mengenyampingkan ego sektoral sebelum ada kajian medalam yang melibatkan seluruh unsur terkait untuk menentukan layak tidaknya dan untung-ruginya bagi rakyat Indonesia.
“Kajian dari seluruh departemen kemaritiman, serta Angkatan Laut, khususnya kajian Alur Laut Kemaritiman Indonesia (ALKI) harus diperhatikan,” ujar Umam.
Terlebih, kata Umam, ALKI sudah mempunyai kajian kemaritiman yang di dalamnya menyangkut lokasi yang layak dan tidak untuk membangun satu pelabuhan bertaraf internasional.
“Pembangunan itu penting, tapi perlu diminimalisir dampaknya. Memang perlu investor dari luar, sejauh tidak merugikan, pembangunan kemaritiman itu perlu,” tandasnya.
Koordinator Nasional Solidaritas Pekerja Tambang Nasional (SPARTAN), Juan Forti Silalahi menyampaikan pandangan yang sama, bahwa harus lebih dulu ada kajian mendalam.
“Yang harus dicermati dalam agenda membangun Pelabuhan Cimalaya, adalah substansi pembangunannya, hal itu menguntungkan Indonesia atau justru menguntungkan pihak asing sebagai investor?” ujar Juan.
Meski rencana proyek yang telah diteken pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Jepang beberapa waktu lalu, namun harus diingat, bahwa banyak resiko yang harus dipertimbangkan oleh Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
“Pemerintah harus teliti betul, bahwa pembangunan infrastruktur internasional tersebut memenuhi aspek Rencana Tata Tuang Wilayah (RTRW) dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), sehingga tidak juga mengganggu aktivitas produksi dari Blok ONWJ yang nilai investasinya juga puluhan trilyun,” tandasnya.
Pemerintah juga harus menghitung potensi keekonomian dari proyek ini. Antara lain, apakah dapat memberikan dampak kesejahteraan terhadap masyarakat Indonesia umumnya dan terhadap masyarakat di sekitarnya, sehingga tidak boleh hanya menjual peluang kepada asing.
Sementara Pakar Pangan yang juga tokoh Katolik Karawang, Y Susanto, menyesalkan kebijakan Pemkab Karawang yang menurutnya tidak memiliki grand design pembangunan. Akibatnya, saat ini masyarakat Karawang banyak mengalami kejutan budaya (culture shock) dengan adanya industrialisasi yang massif tanpa mampu memproteksi masyarakatnya yang berkultur agraris dan nelayan.
“Proteksi terhadap lahan pertanian di Karawang sangat lemah. Intervensi industri manufaktur dan otomotif sangat tinggi terhadap kebijakan pemerintah. Sementara masyarakatnya tidak dipersiapkan dari segi pendidikan maupun keterampilan kerja,” ujarnya.
Rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya, menurut Susanto, akan semakin memarginalkan masyarakat petani dan pesisir di Karawang. “Saya melihat pemerintah tidak punya grand desain pembangunan. Alih fungsi lahan pertanian yang massif di Karawang telah menghabiskan ribuan hektar lahan pertanian. Penyusutan lahan dari 94 ribu hektar menjadi 90 ribu hektar dalam lima tahun terakhir, membawa banyak bencana. Dari banjir sampai lemahnya ketahanan pangan,” tandasnya.
Meski secara pendapatan sebagian masyarakat Karawang tidak mengalami ganguan yang signifikan, karena para buruh tani kemudian beralih menjadi buruh pabrik, namun hal itu hanya terjadi pada sebagian masyarakat yang memang mendapat pendidikan selaras dengan kualifikasi industri.
“Tapi culture shock telah menggejala secara masif karena perpindahan dari masyarakat agraris menuju masyarkat industri. Saat ini, masyarakat lokal Karawang sudah terpinggirkan. Apalagi jika menghadapi agenda Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 mendatang, di mana persaingan semakin ketat, karena datangnya pekerja dari berbagai negara,” ungkapnya.
Atas dasar itu, dia berharap agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang pro rakyat dan tidak hanya melihat keuntungan sesaat. Pasalny, jika tidak dilakukan kajian mendalam, pembangunan pelabuhan Cilamaya bisa melahirkan konflik sosial yang krusial.
Sumber: Gatra.com