DIPILIHNYA Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan oleh Presiden Joko Widodo membawa angin segar untuk nelayan.
Hal tersebut mengingat latar belakang Susi yang berasal dari lingkungan nelayan. Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Karawang, Sahari malah mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap nelayan, apalagi, kini sudah dibentuk Kementerian Koordinator Kemaritiman.
“Keberadaan Menko kemaritiman dan Menteri Susi seharusnya membawa dampak positif bagi nelayan. Apalagi Menteri Susi pernah jadi bakul ikan pasti tahu kehidupan nelayan. Jangan hanya pengusaha ikan kelas tinggi yang dibela, tapi kami nelayan kecil juga harusnya diperhatikan,” ujarnya.
Keraguan Sahari pada komitmen kemaritiman Susi dan Jokowi bukan tanpa dasar. Kenaikan harga BBM, sulitnya pasokan solar bagi nelayan di pesisir Karawang dan Subang, ditambah rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya menurut Sahari berbuah keresahan yang bertubi bagi nelayan.
“Sebenarnya kami sih enggak masalah dengan harga solar. Berapa pun, kalau ada pasti dibeli. Tapi ini harganya sudah naik, pasokan buat nelayan malah dikurangi. Saya sudah komunikasi dengan para nelayan di Karawang, Subang sampe teluk Jakarta pada sulit mendapatkan solar. Nelayan pasir putih kesulitan solar, harus mengambil ke SPBU di Cilamaya Wetan, mesti pakai ojek. Karena jaraknya sepuluh kilo lebih. Padahal di Pasir Putih ini udah ada SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan) yang diresmikan Presiden SBY tahun lalu. Tapi mangkrak sampai sekarang,” ujarnya.
Selain soal pasokan solar yang sulit, masyarakat nelayan di pasir putih menghawatirkan dengan rencana dibangunnya pelabuhan ekspor impor manufacture. Beberapa hal yang dikhawatirkan adalah pertama, terganggunya ekologi laut karena pencemaran kapal-kapal besar, tentu hal ini akan mengurangi ekosisitem laut. Kedua, terganggunya areal tangkap ikan nelayan, mengingat kapasitas kapal nelayan pasir putih dibawah 3 grosston. Sedangkan berdasarkan peraturan kapal dengan kapasitas di bawah 3 GT hanya boleh berlayar dan menangkap ikan 20 mil dari bibir pantai.
“Kapal kami kecil-kecil. Kalau ada Pelabuhan manufaktur, kami gak bisa ke tengah laut, karena takut ditabrak kapal gede. Area tangkapan juga berkurang. Padahal di sini ada 3000 KK yang 70 persennya adalah nelayan. Seharusnya bu Susi tahu soal ini,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, Pelabuhan Manufaktur berkelas internasional yang akan dibangun di Karawang, setidaknya membutuhkan lahan seluas 3 KM di perairan Pantura. Juga dipastikan bakal mengganggu kawasan tambak yang ada di sepanjang pesisir Karawang.
“Pelabuhan ini panjangnya di tengah laut saja sekitar 2 Km, dan area tangkapan ikan kami gak bisa jauh dari 2 Km. Kalau ada kapal gede lewat, nelayan panik. Kami sudah sampaikan ini ke pemerintah Karawang, tapi keliatannya diabaikan. Sebagai rakyat kecil kami gak bisa ngomong, demo juga malah babak belur nanti, nelayan cuma nunggu nasib. Pelabuhan internasional itu cuma menguntungkan investor,” ulasnya.
Keluhan lain disampaikan Ijang, Ketua Kelompok Kerja Masyarakat Pesisir (KKMP) Karawang. Menurut Ijang, kawasan pesisir Karawang kerap menjadi tempat riset, studi dan uji coba penelitian bidang perikanan. Mahasiswa dari sejumlah kampus, termasuk Institut Teknik Bandung dan Institut Pertanian Bogor serta kampus lain juga sering melakukan pengabdian dan kuliah kerja nyata di pesisir Karawang.
“Sekarang lagi ngebon udang Panama, temuan dari IPB. Jadi masyarakat sini walaupun cuma lulusan SMA, sering mendapat transfer ilmu dari para peneliti. Para nelayan sini ramah dan peduli lingkungan karena sering mengikuti pelatihan dari pemerintah,” papar Ijang.
Ia menguraikan, KKMP membina ribuan nelayan di 12 pantai Karawang yang sudah terlatih untuk mengelola potensi perikanan laut sekaligus menjaga ekosistem laut yang ada.
“Di Cilebar sudah didirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) perikanan, yang saat ini baru angkatan ketiga dan belum memiliki lulusan. Keberadaan SMK ini mudah-mudahan melahirkan generasi muda yang cinta dan paham perikanan. Ini kan sesuai dengan visi pak Jokowi membentuk prors maritim. Tapi apabila dibangun pelabuhan, menangkap ikan sudah tidak mungkin. Terus untuk apa adanya sekolah tersebut, kemana lulusannya nanti?” tanya Ijang.
Oleh karena itu, warga nelayan di Karawang, kata Ijang mengharapkan kepada Menteri Susi untuk memikirkan nasib nelayan kedepan.
“Pemerintah harus mengerti keadaan masyarakat. Apalagi bu Susi ini katanya dari nelayan juga. Harusnya mengerti. Jangan Cuma memperkaya pengusaha. Di Karang ini ada 12 ribu nelayan, 12 pelabuhan perikanan. Kalau Pelabuhan Internasional dibangun, semuanya mati. Kalau lahannya diganggu bagaimana nasib kami. Otomatis masyarakat nelayan nganggur. Kami nelayan, mau dijadikan kuli angkut pelabuhan Jepang?” keluhnya lagi
Sumber: Okezone.com