DI tengah tarik-ulur program beras miskin (Raskin) yang begitu dinamis, suara masyarakat miskin sebagai sasaran penerima Raskin justru tidak terdengar. Padahal, mereka merasakan manfaat yang luar biasa atas kehadiran Raskin. Mereka akan menjerit jika program tersebut dihapuskan pemerintah.
Nuraeni, salah seorang nenek berusia 64 tahun, merasa sedih saat meluapkan perasaan terkait Raskin yang selama ini diterimanya. Warga Kampung Kuta Ateuh, Jurung Thaib, Kecamatan Sukakarya, Sabang, ini mengaku sangat terbantu, karena dari sisi ekonomi, dia memang tergolong miskin.
“Kami benar-benar terbantu dengan adanya Raskin. Tolong jangan dihapus. Sedih sekali kalau sampai terjadi,” ceritanya, di Jakarta, Sabtu (24/1/2015).
Tinggal seorang diri di rumah sederhananya, Nuraeni mengandalkan pemberian anak-anaknya untuk menopang kebutuhan sehari-hari. Namun karena anak-anaknya juga mempunyai kebutuhan rumah tangga, maka tidak setiap saat dia menerima pemberian.
“Setiap bulan, kadang diberi Rp100 ribu-Rp200 ribu. Tetapi kadang juga tidak,” katanya.
Menurut Nuraeni, Raskin memang menjadi tumpuan harapan. Kalau sudah ada beras, dia mengaku merasa tenang. Apapun lauknya tidak menjadi soal, meski hanya sekadar dengan sambal. “Tetapi kalau tidak ada beras, bagaimana nasib kami?” ujar dia.
Sementara Asmuni, warga Kampung Anek Laut, Jurung Putro Bungsu, Kecamatan Sukakarya, Sabang, juga sama. Pria berusia 66 tahun ini, mengaku, Raskin sangat membantunya. Apalagi, hingga sekarang, dia masih harus membiayai tiga orang anak. Dengan Raskin, Asmuni merasa bebannya menjadi lebih ringan.
Bekerja sebagai pengambil gula aren di hutan, kondisi ekononomi Asmuni memang terbilang jauh dari layak. Dalam satu bulan, dia hanya bisa mendapatkan uang sebesar Rp250 ribu-Rp300 ribu. Itu pun, aktivitasnya masih tergantung cuaca. Jika musim penghujan seperti sekarang, tentu jumlah air aren yang dikumpulkan semakin sedikit. Belum lagi gangguan monyet, yang memang senang meminum air aren.
Makanya, dengan adanya Raskin, Asmuni mengaku sangat terbantu. Dia mengaku sedih dan kecewa, jika program tersebut dihentikan. “Semoga, ke depan, pemerintah dan Bulog tetap memberikan Raskin kepada kami,” ucap dia.
Di Kabupaten Bandung Barat, seluruh penerima Raskin juga bersuara serupa. Misalnya saja Zaenal (67), warga Kampung Malaka, Desa Sindangkerta, Kecamatan Sindangkerta. Dengan hanya uang sebesar Rp1.600 per kilogram, Zaenal mengaku bisa membawa pulang beras sebagai kebutuhan pokok.
Tentu saja hal ini sangat membantu, apalagi harga beras di wilayahnya, saat ini sedang tinggi. Di pasaran, harga beras sudah mencapai Rp10.000 per liter. “Karena mahal sekali kalau harus membeli dari warung,” katanya.
Di usia senja, beban Zaenal memang terbilang berat. Hanya berharap dari pemberian kedua anaknya yang telah bekerja, dia tetap harus menghidupi ketiga anak lain yang belum bekerja. Belum lagi, jika cucunya kebetulan singgah, tentu pengeluarannya semakin besar.
Untuk itu Zaenal sangat berterima kasih atas Raskin yang telah diterima selama ini. Sama seperti penerima lain, dia berharap bahwa Raskin akan dilanjutkan. “Jelas Ini adalah bentuk perhatian pemerintah. Terima kasih sekali,” pungkas dia.
Sumber: Metrotvnews.com