PT Golden Spike Energy Indonesia (GSEI) tetap wajib membayar tunggakan pajak sebesar Rp 184,9 miliar. Proses kepailitan yang saat ini masih berlangsung, tidak lantas menghapus kewajiban tersebut.
Demikian disampaikan Ketua II Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Kismartono Petrus.
Menurut Kismartono, seluruh proses pembayaran utang dan pelelangan aset menjadi tanggung jawab kurator yang ditunjuk Hakim Pengadilan Niaga.
Hanya saja, kata dia, setelah itu yang harus didahulukan adalah membayar utang pajak sebelum membayar utang kepada kreditur-kreditur lain.
“Utang pajak pada prinsipnya adalah utang kepada rakyat, maka pelunasannya harus diutamakan,” kata Kismartono.
Apabila harta pelelangan tersebut tidak cukup untuk membayar utang pajaknya, lanjut Kismartono, maka harta pengurus dari perusahaan tersebut, misalnya direksi, dapat disita untuk memenuhi kekurangan pelunasan utang pajak tersebut.
Kismartono mengatakan, mengenai kemungkinan penyanderaan (gijzeling) terhadap Golden Spike, hal itu bisa dilakukan sesuai persyaratan Pasal 33-36 UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSK). Sesuai pasal tersebut, kata dia, Direktorat Jenderal Pajak bisa melakukan paksa badan kepada wajib pajak yang memiliki utang pajak di atas Rp 100 juta dan tidak punya iktikad baik untuk melunasi.
“Kedua syarat itu harus dipenuhi. Jika juru sita menganggap bahwa wajib pajak yang memiliki utang pajak di atas Rp 100 juta tidak memiliki iktikad baik, maka bisa saja dilakukan gijzeling,” kata Kismartono, yang juga mantan Direktur P2 Humas Ditjen Pajak.
Tentang aturan pelaksanaan gijzeling, menurut Kismartono, juga sudah jelas. Di antaranya adalah PP Nomor 5 Tahun 1998 tentang Penyanderaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Lalu ada PP Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi, Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor M-02.UM.09.01 dan Nomor 294 /KMK.03/2003 tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak yang Disandera di Rumah Tahanan Negara dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Penyanderaan terhadap penunggak pajak itu sendiri, belakangan hari memang gencar dilakukan Ditjen Pajak. Tercatat beberapa wajib pajak dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba, Jakarta, dan Lapas Sukun, Malang.
Sementara menurut kurator kepailitan Golden Spike, Edino Girsang, Golden Spike memang harus melunasi seluruh utang, termasuk tunggakan pajak kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Minyak dan Gas Bumi.
Lebih lanjut, menurut Edino, sejauh ini, aset milik Golden Spike tidak dalam bentuk uang atau benda, tetapi berupa participating interest dalam Kontrak Kerja Sama Hulu Migas di Blok Raja.
Seperti diketahui, PT Golden Spike Energy Indonesia telah menunggak pajak sejak 2010. Utang pajak ini bahkan diakui sendiri oleh Golden Spike pada perkara permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Golden Spike mengakui, bahwa memiliki utang Rp 184,9 miliar pada Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi