SENGKETA antara PT Golden Spike Energy Indonesia (GSEI) melawan Pertamina Hulu Energi Raja Tempira (PHE RT) adalah kasus luar biasa yang memiliki dampak serius. Kasus tersebut tidak hanya menimbulkan preseden buruk, namun juga bisa mengganggu iklim investasi.
Menurut Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto, terganggunya iklim investasi, karena sengketa yang seharusnya diselesaikan melalui jalur arbitrase justru dilakukan melalui peradilan umum. Padahal, banyak badan usaha, termasuk investor asing di Indonesia yang menjadikan arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Alasannya, karena arbitrase lebih murah, final ending karena tidak mengenal banding dan kasasi, serta mampu menjaga kerahasiaan.
Dampak lain yang tak kalah serius juga akan dialami PHE. Jika terus diterpa kasus seperti ini, maka kinerja BUMN tersebut bisa terganggu. Tentu saja hal ini sangat merugikan, karena PHE sangat berpotensi menjadi perusahaan internasional. “Bisa bangkrut negara ini,” kata Hikmahanto.
Hikmahanto menegaskan, sengketa tersebut memang bukan kewenangan pengadilan negeri. Sebab sesuai kontrak kerja sama antara PHE RT dan GSEI, jika terjadi dispute maka akan diselesaikan melalui jalur arbitrase. Apalagi yang menjadi dasar gugatan adalah wanprestasi seperti yang tercantum dalam perjanjian kerja sama.
“Jadi sangat lucu, jika kemudian Golden Spike menggugat lewat peradilan umum,” tutur Hikmahanto.
Disebutkan, bukan berarti bahwa jalur peradilan umum sama sekali tertutup. Namun, itu hanya bisa dilakukan jika dasar gugatannya adalah perbuatan melawan hukum (PMH). Misalnya saja terdapat unsur penipuan di dalamnya, dimana salah satu pihak merasa dirugikan sebagaimana diatur dalam Pasal 136 KUHPerdata.
Sedangkan jika gugatannya adalah wanprestasi seperti yang dilakukan Golden Spike, maka satu-satunya jalur adalah arbitrase, seperti yang tertuang dalam kontrak kerja sama.
“Kalau para pihak sudah sepakat bahwa jika ada sengketa diselesaikan melalui jalur arbitrase, ya harus ke arbitrase dong. Jangan ke pengadilan umum,” katanya.
Hikmahanto juga mempertanyakan sikap hakim. Hakim PN Jakpus bukan hanya melanjutkan menangani, bahkan sampai memutuskankan perkara tersebut.
Sumber: Beritasatu.com