KEMENTRIAN Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku setuju lokasi Pelabuhan Cilamaya digeser ke Balongan, Indramayu agar tidak mengganggu produksi minyak dan gas yang dioperasikan oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Offshore North West Java (ONWJ).
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Gusti Nyoman Wiraatmaja mengatakan wilayah Balongan lebih aman untuk dijadikan lokasi pelabuhan karena sudah terbebas dari pipa-pipa migas yang berbahaya jika terganggu. “Kementerian ESDM jelas merekomendasikan agar Pelabuhan Cilamaya tidak dibangun di daerah produksi migas, paling bagus melewati Balongan, sekitar 30 kilometer (km) dari Cilamaya,” katanya dalam diskusi yang bertajuk “Kontroversi Cilamaya” di Jakarta, Sabtu (28/3).
Wiraatmaja mengatakan pembangunan pelabuhan jangan sampai mengganggu kinerja PHE ONWJ dengan produksi migas 40.000 barel minyak per hari dan gas 200 juta kubik feet per hari (Mmscfd) atau senilai Rp 21 triliun per tahun. “Cadangannya masih cukup untuk 30 tahun lagi, jadi jangan diganggu. Cadangan kita sudah menipis, jika masih diganggu produksi akan turun,” katanya.
Dia menegaskan produksi migas PHE ONWJ juga dialirkan ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menghidupkan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang dan Tanjung Priok, memasok energi pupuk Kujang Jawa Barat serta suplai gas di Kilang Barongan, Indramayu.
Wiraatmaja mengatakan, jika memang harus dibangun di Cilamaya, artinya terdapat tujuh platform pipa migas yang harus dipotong karena lokasinya tepat berada di tengah-tengah peta proyek pelabuhan tersebut.
Jika dipotong akan menghambat pasokan migas ke wilayah Jawa karena membutuhkan waktu minimal dua bulan dan pemotongannya sendiri diperkirakan memakan biaya hingga Rp 663 miliar. “Pipa-pipa yang ada di sini harus dimodifikasi, harus diperdalam dan butuh waktu bulanan untuk memperbaiki itu. “Pemotongan tujuh pipa tersebut sangat berisiko untuk pasokan listrik ke Jakarta,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Ditjen Perhubungan Laut Adolf R Tambunan menilai jika lokasi pelabuhan dipindah ke Balongan sejauh 30 kilometer, maka tidak sesuai dengan tujuan awal, yakni mendekatkan lokasi pelabuhan ke kawasan industri agar biaya logistik turun.
“Kenapa pembangunan Pelabuhan Cilamaya diperlukan, karena untuk mengurangi biaya logistik dengan mendekatkan ke ‘outlet’, jika opsinya dipindah ke pelabuhan lain, maka tidak relevan” katanya.
Adolf menampik bahwa Kementerian Perhubungan melalaikan aspek keselamatan karena proyek apapun yang akan digarap, selalu dikaji dahulu analisis dampak lingkungannya (amdal), baik pelabuhan unit pelaksana teknis (UPT )maupun pelabuhan besar. “Kami tidak setuju keselamatan tidak dipertimbangkan. Kemhub fokus pada pelayanan dan keselamatan. Ini sudah direvisi akan digeser sejauh 3 km ke arah Barat,” katanya.
Dia menjelaskan, berdasarkan peraturan dalam pembangunan pelabuhan, jika terdapat pipa migas dengan kedalaman laut 20 meter, maka pipa harus ditanam empat meter. Sementara jika kedalaman 40 meter, pipa harus ditanam dua meter.
Untuk lahan pertanian dan kawasan mata pencaharian nelayan, lanjut dia, pihaknya telah mengkaji sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029. “Tak ada pelabuhan yang tidak ada amdalnya, hal-hal itu pasti diantisipasi,” katanya.
Pelabuhan Cilamaya direncanakan akan dibangun pada 2016 dengan total investasi senilai Rp 34,5 triliun yang seluruhnya diserahkan kepada swasta.
Sumber: Beritasatu.com