KABID Humas Polda Kalbar AKBP Arianto menyatakan, saat ini pihak Polres Ketapang sudah memeriksa sebanyak sembilan orang saksi dalam kasus pembakaran berbagai fasilitas termasuk Kantor PT Harapan Hibrida Kalbar (HHK) Timur di Ketapang, Juli 2015.“Kami sudah memeriksa sembilan orang saksi, yang terdiri dari pihak masyarakat, dan dari pihak perusahaan,” kata Arianto saat dihubungi di Pontianak, Sabtu.
Selain itu, menurut dia pihaknya juga sudah mendatangkan tim ahli dari laboratorium forensik Mabes Polri, tanggal 6 Agustus 2015.
“Sehingga untuk menentukan langkah penyelidikan selanjutnya, kami masih menunggu hasil pemeriksaan dari tim ahli dari laboratorium forensik Mabes Polri itu,” ungkap Arianto.
Dalam kesempatan itu, Kabid Humas Polda Kalbar membantah, pihaknya lambat dalam memproses kasus pembakaran Kantor PT HHK Timur di Ketapang itu. “Tentunya proses hukum maupun penyelidikannya sudah sesuai dengan tahapan, termasuk mendatangkan tim ahli dari laboratorium forensik Mabes Polri tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Penasihat Hukum PT HHK Timur, Rivai Kusumanegara, meminta agar aparat hukum menindak tegas para pelaku pembakaran kantor perusahaan sawit yang menjadi kliennya itu, karena berdampak bagi iklim investasi di Kalbar.
Rivai menjelaskan kejadian pembakaran kantor HHK berawal dari adanya laporan pencurian oleh pihak perusahaan, sejak akhir 2014 hingga Juli 2015 saja telah terjadi 13 kali pencurian buah sawit yang dilaporkan pada kepolisian setempat, kemudian satu LP telah disidang dan 12 LP masih dalam proses penyidikan.
Pada 10 Juli 2015, saat polisi melakukan olah TKP, oknum warga Desa Jihing menyandera Sahmidi salah seorang karyawan PT HHK, mereka memaksa Sahmidi mencabut LP, lalu ia dibawa ke Dusun Batu Leman untuk membuat pencabutan serupa. Namun Sahmidi berusaha menyelamatkan diri, karena tidak berhasil mengejar Sahmidi, oknum warga menuju kantor PT HHK dan melakukan pengrusakan serta pembakaran, katanya.
Akibat pembakaran tersebut, warga di sekitar kantor HHK yang sebagian besar menjadi karyawan perusahaan, merasa terancam, dan masih trauma mau bekerja, katanya.
Menguatkan pernyataan Rivai, Komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila menegaskan bahwa dalam memperjuangan hak asasi manusia (HAM), pembela HAM harus memenuhi tiga prinsip, yakni harus melakukan dengan cara-cara damai, kemudian harus menghormati nilai-nilai universal HAM, dan harus mengedepankan penegakan hukum.
Dengan demikian, lanjut Laila, jika terdapat seseorang atau kelompok orang, termasuk lembaga swadaya masyarakat yang mengaku memperjuangkan HAM, namun dalam aksinya mengedepankan kekerasan, maka sesungguhnya mereka bukan pejuang HAM.
Laila menambahkan, prinsip tersebut berlaku universal bagi siapa saja yang mengaku pejuang HAM atau mengatasnamakan HAM.
Ketika ditanya tentang kasus pembakaran lahan PT HHK Timur, di Kecamatan Manis Mata Kabupaten Ketapang Kalbar, 10 Juli 2015, Laila juga mengatakan bahwa kasus tersebut bukan pengecualian. “Artinya, jika kasus tersebut direncanakan, maka jelas melanggar prinsip-prinsip HAM. Dengan demikian, mereka bukan termasuk pejuang HAM,” tegasnya.
Laila sependapat, jika aparat kepolisian segera menuntaskan kasus itu, karena hanya dengan penegakan hukum, bisa diketahui siapa dalang di balik peristiwa tersebut, termasuk motivasi dan penyebabnya.
Sumber: kalbar.antaranews.com