PENGAMAT otomotif, Bebin Djuana, menilai, BBM dengan angka Research Octane Number (RON) rendah alias angka oktan rendah, berdampak negatif pada mesin-mesin kendaraan keluaran mutakhir.
Mesin-mesin keluaran teknologi terkini memiliki rasio kompresi udara yang tinggi di ruang bakar, biasanya pada kisaran 9:1 atau lebih.
Menurut dia, seperti dikutip dari Antaranews.com dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Sabtu, mesin kendaraan bermotor keluaran terbaru memang tidak diperuntukkan bagi BBM dengan angka RON rendah, semisal bensin Premium.
“Jika dipaksakan, maka akan memunculkan banyak masalah. Karena pembakaran tidak sempurna, maka mesin akan menjadi mengelitik, tenaga berkurang, dan membuat mesin tidak awet. Kesannya murah dan hemat, tetapi sebenarnya sangat merugikan pengguna,” kata dia.
Karena kendaraan bermotor yang mayoritas gencar dipasarkan produsen otomotif dan jaringannya saat ini memiliki teknologi terkini, maka wajar jika tuntutan BBM yang dikonsumsi adalah dengan angka oktan tinggi (di atas 88 atau 90).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, Ahmad Syafruddin, memberi pendapat soal BBM dengan angka oktan rendah ini.
Selain berdampak negatif bagi mesin kendaraan bermotor, kata dia, BBM dengan angka RON rendah juga berakibat buruk terhadap lingkungan hidup dan kesehatan.
“Karena pembakaran tidak sempurna, maka BBM RON rendah akan menghasilkan emisi sangat tinggi. Selain itu, juga akan menghasilkan karbon monoksida dan nitrogen dioksida yang juga tinggi,” kata Syafruddin.
Bagi kesehatan, kata dia, buangan hidrokarbon sangat berbahaya karena bisa memicu kanker. Sedangkan karbon monoksida bersifat racun dan nitrogen dioksida dapat memicu penyakit paru-paru.
Di tengah kebijakan pemerintah dalam menerapkan standar emisi Euro-4, ternyata BBM RON rendah pun sudah tidak sesuai bagi standar emisi Euro-2 atau lebih tinggi lagi.