VIVA – Ketika Hanung Bramantyo mengumumkan kalau film Bumi Manusia akan berdurasi 3 jam, tak sedikit yang terkejut, “Kayak Avengers: Endgame, ya?” Durasi tersebut terbilang lama, apalagi untuk genre drama, meski memang film ini merupakan adaptasi dari novel 500-an halaman.
Jika merujuk data sejumlah sumber, selain Avengers: Endgame, beberapa film Hollywood yang berdurasi kurang lebih tiga jam, antara lain ada Titanic, The Wolf of Wall Street, King Kong, The Lord of the Rings, The Hobbit, dan sebagainya. Sementara dari Indonesia, belum banyak, mungkin yang paling diingat adalah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (2013) versi extended, dengan durasi 3 jam 30 menit.
Sebagai sutradara, Hanung Bramantyo mengatakan, sudah memangkas lima scene dari novel agar film Bumi Manusia ini tidak melebihi durasi tiga jam. Hanung ingin sedekat mungkin dengan novel aslinya, menggambarkan sedetail mungkin dengan apa yang dituturkan Pramoedya Ananta Toer.
Bumi Manusia mengawali filmnya dengan langsung memperlihatkan sosok Iqbaal Ramadhan sebagai Minke atau Raden Mas Tirto Adhi Soerjo. Hanung juga tak berlama-lama membawa penonton masuk ke dunia cinta pandangan pertamanya Minke terhadap Annelies Mellema (Mawar de Jongh).
Tetapi sejak awal, sungguh, penampilan Jerome Kurnia sebagai Robert Suuhorf berhasil menyita perhatian. Apalagi ketika Ine Febriyanti, pemeran Nyai Ontosoroh, muncul. Semua penonton terbius dengan penampilan luar biasa Ine yang nyaris sempurna memvisualisasikan karakter Sang Nyai.
Di pertengahan film, kegelisahan saya mulai luntur. Saya mulai menikmati keindahan visual latar dan busana yang ditampilkan. Ditambah lagi, penggunaan Bahasa Belanda sebanyak 80 persen dari keseluruhan film yang tidak terlihat kaku, bahkan ketika diucapkan para bintang Indonesia kita. Lalu dialog-dialog puitis dengan langgam Jawa yang pas, duh terasa makin indah!
Makin ke sini, Iqbaal pun tampak lebih luwes, apalagi tiap kali berdialog rayu. Disambut manis oleh manja-manjanya Mawar sebagai Annelies, duh sukses bikin gemes. Tak heran, kalau studio juga kerap riuh oleh suara-suara penonton wanita yang geregetan.
Hanung juga asyik banget menyajikan karakter-karakter scene stealer. Yang paling saya suka, karakter Darsam dan pembantu keluarga Mellema. Dengan akting yang sangat natural, mereka menghidupkan suasana banget pokoknya!
Konflik yang makin klimaks dan chemistry antar-tokoh yang sudah terasa ‘klik’ dari pertengahan ke akhir pun akhirnya membuat saya yang pengin pipis, enggan beranjak. Sejam terakhir rasanya mulai mengharu biru. Karakter Minke dan Nyai Ontosoroh makin menonjol dan tajam. Penampilan Mawar sebagai Annelies yang rapuh pun makin menghanyutkan.
Bagian akhir filmnya juara, sih! Adegan klimaks berhasil menghujam jantung penonton kemudian mencabik-cabiknya. Lagu Ibu Pertiwi yang jadi soundtrack bikin merinding, serta dialognya, sungguh, bikin film Bumi Manusia ini ditutup dengan apik dan mengesankan. Tiga jam, rasanya memang enggak terasa. (*)