Pembentukan subholding PT Pertamina (Persero) dipastikan tak melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Keberadaan struktur baru ini akan menjadikan Pertamina lebih efisien.
Demikian kesimpulan dari dalam Webinar bertajuk Sub Holding Pertamina, Melanggar Hukum? yang digelar Energy Watch di Jakarta, Kamis (22/10), dengan pembicara yakni pakar hukum, Prof Yusril Ihza Mahendra dan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga.
“Subholding Pertamina merupakan bagian dari proses restrukturisasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi. Ini sebuah langkah tepat, dan tidak melanggar konstitusi ataupun perundangan-undangan lain,” kata Yusril.
Menurut dia, hingga kini proses holding dan subholding di Pertamina masih dalam proses yang disertai dengan masih dilanjutkannya kajian-kajian dari segi hukum, keuangan, pajak dan teknis terkait hal tersebut.
“Kebijakan holding dan subholding di Pertamina dilakukan melalui proses restrukturisasi. Sebagaimanan pasal 72 ayat (1) UU BUMN, restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional,” paparnya.
Dia mengatakan, kebijakan pembentukan holding dan subholding ini telah dilakukan sejak era orde baru antara lain dilakukan pada PT Timah Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Bukit Asam Tbk yang kesemuanya bergerak dalam pengelolaan sumber daya alam (pertambangan).
“Pembentukan holding dan subholding terhadap BUMN semuanya dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 baik sebelum maupun sesudah amandemen,” jelas Yusril.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan pembentukan holding dan subholding di Pertamina bertujuan agar pengelolaan portofolio dan sinergi bisnis di seluruh grup Pertamina lebih baik, mempercepat pengembangan bisnis baru dan demi menjalankan program-program nasional.
“Jadi ini tujuannya supaya berkompetisi dengan efektif. Kemudian performance lebih spesifik, pendanaannya terfokus, baru mendapatkan investor jangka panjang yang berorientasi bisnis,” katanya.
“Kita ibaratkan Pertamina seperti kapal induk besar dengan bisnisnya yang sangat besar. Karena ini kapal induk besar membuat dia tidak fleksibel. Makanya kita pecah subholding-subholdingnya,” tambah dia.
Arya mengungkapkan, ke depan ada yang holding dan subholding. Holding akan diarahkan pada pengelolaan pertofolio dan sinergi bisnis dalam BUMN. Sementara Subholding akan menjalankan peran untuk mendorong operasional BUMN melalui pengambangan dari sinergi masing-masing bisnis, meningkatkan kapabilitas bisnis exsisting.
Peruri, Damri, Bulog, Pupuk, Hutama Karya, PLN, kata Arya, diharapkan menjadi perusahaan pelayan publik kedepannya. “Ini lagi berjalan dengan sangat cepat di Kementerian BUMN,” bebernya.
Diakui olehnya, sebenarnya pembentukkan holding dan Subholding Migas telah direncanakan sejak tahun 2014. Hal tersebut ditandai dengan penandatanganan kajian Holding BUMN MIgas pada akhir 2017 yang dilanjutkan dengan integrasi PGN ke Subholding pada akhir 2018.
“Jadi, Subholding di Pertamina itu sudah dirancang jauh-jauh hari, tapi kita jadikan sekarang dengan cepat. Tujuannya yakni agar perusahaan dapat berkompetisi secara efektif melalui pengembangan kepebilitas dan formulasi strategi yang focus,” katanya.
Terkait dengan perubahan Pertamina menjadi Holding dan Subholding, Direktur Eksekutif EnergyWatch Mamit Setiawan mengatakan bahwa ini merupakan upaya dalam rangka membawa Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia yang mampu bersaing dengan NOC yang lain.
Melalui perubahan ini,sub holding menjadi lebih terfokus dalam menjalankan fungsi mereka masing-masing. Holding lebih berfungsi lebih terfokus pada pengembangan portopolio bisnis dan sinergi seluruh group Pertamina.
“Dengan dilakukan subholding ini, bukan berarti spin off karena semua masih dalam kendali dan pengawasan holding. Sub holding bisa mengukur kinerja dari masing-masing CEO sehingga bisa lebih bersaing dan efisen dalam menjalankan subholding ini. Harapannya efisiensi bisa dilakukan karena untuk semua bisa terintergrasi. Anak perusahaan yang sejenis atau hampir sama core bisnisnya bisa di sinergikan serta diharapkan tidak terjadi overlapping,” kata Mamit.
Seperti diketahui, terdapat lima subholding yang dibentuk di Pertamina, yakni Upstream Subholding, Gas Subholding, Refinery & Petrochemical Subholding, Power & NRE Subholding, dan Commercial & Trading Subholding (PT Patra Niaga). Selain itu terdapat juga Shipping Company yang operasionalnya diserahkan kepada PT Pertamina International Shipping.
Sumber: Investor.id